Kesultanan Bulungan
Pada hari sabtu tanggal 29 maret 2014, kami (Tim magang D4 ITB) pergi melakukan wisata sejarah di daerah Tanjung Palas Tengah Kabupaten Bulungan. Daerah tersebut terletak tidak jauh dari kantor PT. PKN tempat kita magang, namun untuk mencapai daerah tersebut kita harus menyebrangi sungai selama 5 -10 menit menggunakan perahu ketinting dengan biaya Rp. 4.000/orang. Daerah Tanjung Palas Tengah terdapat rumah peninggalan Kesultanan Bulungan yang menyimpan berbagai macam sejarah.
|
Sampai di dermaga untuk menyebrang (dari kiri : Rizki, Nurfi, Vitria) |
Dengan menggunakan perahu ketinting kami menyebrangi sungai kayan menuju ke daerah Tanjung Palas Tengah, tempat dimana Kesultanan Bulungan berada. Perahu ketinting tersebut tidak hanya melayani warga untuk menyebrang namun kendaraan roda dua pun di bawa untuk menyebrang. Jembatan penyebrangan memang sudah ada namun masih di miliki perorangan dan jumlahnya hanya satu untuk saat ini. Sehingga warga lebih nyaman menggunakan perahu ketinting.
|
Suasana di perahu ketinting bersama warga yang akan menyebrang (Nurfi, Vitria) |
Perjalanan menuju daerah Tanjung Palas Tengah memerlukan waktu sekitar kurang lebih 5 - 10 menit. Di tengah - tengah perjalanan kami bertemu juga dengan perahu - perahu dari arah berlawanan, uniknya ketika saling berpapasan dengan perahu lain terjadi gelombang sehingga perahu terombang - ambing cukup kencang dan teman - teman lansung ketakutan hehe.
|
Sesampainya di dermaga Tanjung Palas Tengah |
Letak peninggalan kesultanan bulungan tidak terlalu jauh dari dermaga tempat kita turun, kita hanya perlu berjalan kaki sekitar 5 menit. Perjalanan di pinggir sungai dengan pemandangan kapal - kapal tangker besar yang memuat batu bara ataupun kapal - kapal kecil pengangkut penumpang sangat indah dan luas sekali sungai kayan tersebut. Sampai di kesultanan kami disambut dengan gerbang besar, mungkin terlihat megah ketika di zamannya.
|
Perjalanan ke Kesultanan Bulungan |
|
Suasana perjalan di pinggir sungai |
|
Gerbang pertama Kesultanan |
Peninggalan bersejarah
Berdirinya Kerajaan Bulungan tidak dapat dipisahkan dengan mitos ataupun legenda yang hidup secara turun-temurun dalam masyarakat. Legenda bersifat lisan dan merupakan cerita rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya yang tidak tertulis dan sering kali mengalami distorsi maka sering kali pula dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Yang demkian itulah disebut dengan folk history (sejarah kolektif). Kuwanyi, adalah nama seorang pemimpin suku bangsa Dayak Hupan (Dayak Kayan) karena tinggal di hilir Sungai Kayan, mula-mula mendiami sebuah perkampungan kecil yang penghuninya hanya terdiri atas kurang lebih 80 jiwa di tepi Sungai Payang, cabang Sungai Pujungan. Karena kehidupan penduduk sehari-hari kurang baik, maka mereka pindah ke hilir sebuah sungai besar yang bernama Sungai Kayan. Baca lengkapnya di Kesultanan Bulungan.
Sesampainya di Kesultanan Bulungan, kami disambut oleh tiga meriam di depan pintu masuk.
|
Meriam peninggalan kerajaan |
|
Photo bareng di meriam |
Setelah itu kami memasuki sebuah rumah yang didalamnya terdapat beberapa peninggalan bersejarah, karena waktu yang singkat kami tidak sempat mewawancarai penjaga disana, namun kami berhasil mengabadikan beberapa peninggalannya. Layaknya sisa - sisa kerajaan, berbagai macam pernak - pernik ditemukan muali dari peralatan makan, perlengkapan mandi, kasur, singgasana kerajaan, ornamen khas kesultanan, photo - photo kegiatan zaman dahulu dan berbagai macam perlengkapan lainnya yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Berikut gambarnya.
|
Singgasana raja (Di puncak tangga) |
|
Photo Sultan |
|
Perlengkapan Sultan |
|
Perlengkapan mandi, makan dll |
|
Hiasan |
|
Photo - photo Sultan |
|
Ranjang Sultan |
|
Kegiatan Sultan |
Banyak sekali kisahnya di balik semua peninggalan tersebut, namun kami tidak sempat mendapatkan informasinya karena hari sudah mulai malam, kamipun bergegas pulang dan kembali ke dermaga untuk menyebrang. Namun kami juga tak lupa wisata kuliner terlebih dahulu walaupun belum menemukan makan khas daerah sekitar. Seperti biasa yang kami cari adalah Sanggar (Gorengan pisang dengan sambal kacang) dimakan di tepian sungai kayan sambil melihat lalu lalang perahu dan matahari terbenam.
|
Sanggar |
|
Maknyus |
Karena rasa lapar yang tidak bisa di tahan akhirnya kami mampir terlebih dahulu untuk makan mie ayam dan bakso dan minum es mendem durian yang harganya lumayan hehe.
Setelah itu kami pulang dengan menyebrangi sungai menggunakan ketinting kemudian sholat maghrib terlebih dahulu di mesjid dan pulang jalan kaki menuju kosan.
Sholat maghrib di mesjid tepian sungai kayan.
Perjalanan yang sangat melelahkan namun kami cukup senang dan terasa segar kembali setelah melakukan aktivitas di kantor.
Baca juga :
Cerita sejarah kesultanan bulungan
Koleksi unik Kesultanan Bulungan
Asal - usul nama suku bulungan
No comments :
Post a Comment